Eksistensi Bahasa Daerah Semakin Memprihatinkan

[Unpad.ac.id, 27/03/2013] Eksistensi bahasa daerah, khususnya Bahasa Sunda saat ini semakin memprihatinkan. Dalam hal ini, pemerintah perlu berupaya untuk menstrategiskan pemeliharaannya melalui penyadaran terhadap masyarakat. Salah satu cara pelestarian yang paling strategis ialah melalui jalur pendidikan.

Para narasumber seminar bertema “Bahasa Daerah, (Suku) Bangsa, dan Kurikulum 2013” di Bale Rumawat Unpad (Foto: Tedi Yusup)*

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Unpad, Prof. Dr. Cece Sobarna, M.Hum., pemerintah yang saat ini tengah menggodok Kurikulum 2013, malah akan mempercepat laju kepunahan dari bahasa daerah apabila tidak mengeksplisitkannya di dalam perumusan kurikulum tersebut.
“Kehadiran Kurikulum 2013 yang tidak mengeksplisitkan bahasa daerah dapat dikhawatirkan menjadi ‘mesin pemusnah’ bagi bahasa daerah itu sendiri,” ujar Prof. Cece saat menjadi pembicara dalam Seminar bertema “Bahasa Daerah, (Suku) Bangsa, dan Kurikulum 2013”, Rabu (27/03) di Bale Rumawat Kampus Unpad Bandung.
Sebagai sarana pendidikan karakter, peniadaan bahasa daerah pada jalur pendidikan formal sangat bertentangan dengan semangat kesadaran masyarakat pengguna bahasa tersebut. Menurut Prof. Cece, pendidikan formal merupakan wahana yang tepat untuk sebuah perencanaan pembebanan yang lebih kepada bahasa daerah. Apabila hal tersebut terwujud, penggunaan bahasa daerah akan jauh semakin luas.
“Bagaimana pun, bahasa merupakan jiwa dan jati diri bangsa yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak, terlebih lagi dari pemerintah,” kata Prof. Cece.
Sementara itu, Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, mengindikasikan ada kesan bahwa Bahasa Sunda sebagai salah satu bahasa daerah Indonesia sulit untuk bisa dimasukkan ke dalam Kurikulum 2013. “Seharusnya di kurikulum disiasati jangan dibuat susah. Intinya bagaimana mengajarkan bahasa itu makin lama makin menyenangkan bukan makin susah,” ujar Rektor.
Selain itu, pengajaran bahasa daerah harus punya target yang jelas. Minimalnya adalah harus membaca beberapa buku dalam kurun waktu tertentu. Alternatif lain untuk mengukuhkan eksistensi bahasa daerah ialah memadukannya dengan unsur kesenian.
“Orang yang mahir/belajar bahasa Sunda sambil berkesenian biasanya bahasa Sundanya akan ikut bagus. Sebab, bahasa akan selalu diintegrasikan dengan kesenian,” kata Rektor.
Seminar yang digelar oleh program studi Bahasa dan Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad ini didasarkan pada ketakutan sejumlah pihak terhadap eksistensi bahasa daerah yang kini semakin memudar.
Tedi Muhtadin, drs., M.Hum., ketua program studi Bahasa dan Sastra Sunda FIB Unpad menjelaskan, seminar ini digelar sebagai pemanfaatan momentum Kurikulum 2013 untuk meninjau kembali pemanfaatan bahasa daerah dalam konteks keindonesiaan.
Selain Rektor, seminar ini juga menghadirkan beberapa pembicara yang peduli terhadap kelestarian bahasa daerah. Turut hadir Professor dari School of Anthropology and Conservation, University of Kent, Inggris, Prof. C.W. Watson.*
Laporan oleh Maulana / eh *
http://www.unpad.ac.id/2013/03/eksistensi-bahasa-daerah-semakin-memprihatinkan/ 

Belajar Bahasa Daerah Harus Menyenangkan

Oleh: Jaka Permana
Umum - Rabu, 27 Maret 2013 | 20:40 WIB

ilustrasi

INILAH, Bandung - Rektor Unpad, Ganjar Kurnia mengatakan, pembelajaran bahasa harus diberikan secara menyenangkan. Jangan sampai semakin lama belajar bahasa daerah akan semakin susah.

"Bahasa sunda sebagai bahasa daerah indonesia itu terkesan sulit masuk ke kurikulum 2013. Padahal, bahasa daerah bisa diajarkan secara menyenangkan," kata Ganjar dalam seminar 'Bahasa Daerah, (Suku) Bangsa, dan Kurikulum 2013' di Bale Rumawat Unpad, Kota Bandung, Rabu (27/3/2013).

Menurut dia, pengajaran bahasa daerah harus punya target yang jelas. Minimalnya, harus membaca beberapa buku dalam kurun waktu tertentu. "Alternatif lain untuk mengukuhkan eksistensi bahasa daerah alah memadukannya dengan unsur kesenian," jelas dia.

Ganjar menambahkan, orang yang mahir di dunia kesenian pasti bahasa sundanya bagus. Pasalnya, bahasa daerah sangat berkaitan sekali dengan dunia kesenian. "Bahasa akan selalu diintegrasikan dengan kesenian,” jelas Ganjar.

Seminar bertemakan 'Bahasa Daerah, (Suku) Bangsa, dan Kurikulum 2013' digelar karena sejumlah pihak ketakutan terhadap eksistensi bahasa daerah yang kini semakin memudar.

Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad, Tedi Muhtadin menuturkan, seminar digelar sebagai pemanfaatan momentum Kurikulum 2013 untuk meninjau kembali pemanfaatan bahasa daerah dalam konteks keindonesiaan.[ang]