Kakak kandung dari Prof. H. Ayatrohaedi ini, pernah pula mengajar di Kyoto Sangyi Daigaku serta Tenri Daigaku Jepang. Walaupun lahir dan dibesarkan di daerah pinggiran, tetapi kepandaian serta kecerdasannya bisa melebihi anak-anak kota. Hal ini terbukti, pada usia 17 tahun Ajip telah berhasil menerbitkan buku yang berjudul Tahun-tahun Kematian serta telah banyak pula mempublikasikan tulisan-tulisannya di media massa yang terbit di daerah maupun nasional.
Secara formal Ajip Rosidi tidak tamat Sekolah Menengah Umum (SMU). Walaupun demikian hasil karyanya melebihi tingkat sarjana. Kepandaian Ajip semakin terasah karena pada tahun 1953 sampai 1955 dipercaya mengomandani media Suluh Pelajar. Kemudian pada tahun 1965 sampai 1967 Ajip memegang Majalah Sunda, selain itu juga pernah memimpin Budaya Jaya dari tahun 1968-1979. Tulisan-tulisannya terasa tajam dan berisi. Apalagi sewaktu menerbitkan Majalah Sunda, nama Ajip sangat populer dan cukup diperhitungkan.
Suami dari Hj. Patimah ini dikarunia 6 orang anak yang sudah pada “jembar”. Diantaranya Titi Surti Nastiti, MA yang saat ini sedang mengambil Studi S-3 Arkeologi di Inggris bersama suaminya. Puteri keduanya Hj. Nunun Nuki Aminten yang menjabat sebagai Kepala Desa di Jawa Tengah. Putera ketiganya Dr. Uga Perceka saat ini tengah bermukim di Jepang. Putera keempatnya adalah H. Nunang Rundagi bermukim di Jakarta. Sedangkan putera-puteri lainnya bermukim di Jepang masing-masing Rangin Sembada dan Hj. Titis Nitiswari.
Ditengah-tengah kesibukannya saat ini, beliau terus aktif memperhatikan kehidupan sastera budaya dan serta kegiatan sosial politik di tanah air dan terus berusaha untuk menulis. Mulai tahun 1989, secara pribadi Ajip Rosidi memberikan Hadiah Sastra Tahunan Rancage yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage yang didirikannya.
Ajip Rosidi juga telah beberapa kali menerima penghargaan, diantaranya Hadiah Sastra Nasional tahun 1955-1956 yang diterima pada tahun 1957. Pada tahun 1960 Ajip juga menerima hadiah untuk prosanya terbitan tahun 1957-1958. Pada tahun 1993 beliau juga memperoleh Hadiah Seni dari Pemerintah RI serta tahun 1999 mendapatkan anugerah Kun Santo Zui Ho Sho dari pemerintah Jepang sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang dinilai sangat bermanfaat bagi hubungan Indonesia-Jepang.
Dalam kegiatan penerbitan buku juga, Ayip Rosidi sangat tinggi perhatiannya. Tahun 1962 beliau mendirikan penerbit Kiwari di Bandung, tahun 1964 mendirikan penerbit Cupumanik di Majalengka, tahun 1965 mendirikan penerbit Duta Rakyat, tahun 1971 mendirikan penerbit Dunia Pustaka Jaya, tahun 1980 mendirikan penerbit Giri Mukti Pasaka, serta tahun 2000 mendirikan penerbit Kiblat Buku Utama.
Beberapa kumpulan sajak, kumpulan cerita pendek, roman, drama, kumpulan esai dan kritik, hasil penelitian serta yang lain-lainnya dalam Bahasa Indonesia maupun Sunda jumlahnya kurang lebih seratus judul. Diantara karya-karyanya adalah: Cari Muatan, Surat Cinta, Enday Rasidin, Jeram, Perjalanan Pengantin, Sajak-sajak Anak Matahari, Ciung Wanara, Undang-undang Hak Cipta, Lutung Kasarung, Mundinglaya Dikusumah, Ciung Wanara, serta banyak lagi.
Menurut penelitian Dr. Urlich Kratz pada tahun 1988, Ayip adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif. Sampai dengan tahun 1983, beliau telah menghasilkan 326 judul karya yang dimuat dalam 22 majalah. Sangat sulit menemukan tokoh yang inovatif dan produktif seperti Prof. H. Ayip Rosidi ini
Thursday, April 18, 2013
Prof. H. Ajip Rosidi Pengarang Sunda yang Produktif dan Inovatif
Label:
materi pengajaran
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment