Tuesday, January 29, 2013

JADI GURU? AWALI DENGAN NIAT YANG BENAR (BUKAN HANYA BAIK)




1.      Awali dengan niat yang benar
Setiap apa yang kita lakukan tergantung niat nya, kalau niat menjadi guru adalah ingin mendapatkan kaya raya harta berlimpah, lupakan menjadi guru segera cari profesi lain atau  jadi lah pengusaha, mulailah membaca buku Young Rich karya Robert T kyosaki atau perbanyak membaca buku-buku memulai dan mengelola usaha. Jadi guru tidak akan membuat anda menjadi orang yang berlimpah harta, hidup cukup iya, tetapi cukup itu pun relatif menurut saya cukup belum tentu menurut anda. Niat kan diri anda menjadi guru itu untuk memberi pencerahan pada anak-anak didik, mengajarkan ilmu yang bermanfaat  , mendapatkan ridho allah SWT, mengajarkan kreatifitas, mencari nafkah untuk keluarga (?!)  jika anda mendapatkan uang lebih atau anda kaya raya jadi guru karena lain hal anggap lah itu bonusnya saja.
Saya tertarik soal niat, berbuat karena Allah yang di tulis Dr Abdul Mannan yang dimuat di koran Republika; Problematika besar bangsa ini sejatinya bermula dari sebuah kerusakan kecil. Seperti peristiwa kebakaran hebat, ia bermula dari percikan api yang kecil. Karena itu, kita harus senantiasa mengantisipasi terjadinya kerusakan kecil agar tidak telanjur makin besar. Kerusakan kecil itu ialah ketidakmurnian niat dalam berbuat atau melakukan sesuatu. Islam sangat memperhatikan masalah niat. Niat yang salah (tidak karena Allah) akan menghilangkan pahala dari kebaikan yang dilakukan meskipun amal tersebut tergolong amal saleh yang dicintai Allah dan rasul-Nya. “Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya. Sesungguhnya bagi setiap orang adalah apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari Muslim).
Jadi, sekalipun seseorang mampu merangkai kata-kata indah nan memukau atau mampu bekerja keras dengan penuh semangat, tapi tidak diniati karena Allah, sia-sialah semuanya. Niat yang buruk atau niat yang ditumpangi oleh kepentingan nafsu akan menimbulkan perselisihan serius sehingga menyebabkan terjadinya perdebatan, pertengkaran, perkelahian, bahkan permusuhan dan dendam. Oleh karena itu, ber hati-hatilah dalam mengambil sebuah keputusan sebelum bertindak. Kita harus memastikan secara jernih bahwa yang kita lakukan benar- benar semata-mata karena Allah agar mendapat keridaan-Nya. Jika sudah memastikan bahwa yang kita lakukan adalah murni karena Allah, lalu direspons keliru oleh orang lain, janganlah terprovokasi untuk marah. Tetaplah tenang dan bersegeralah mengingat Allah. Bahkan jika perlu, mohonkanlah ampun buat orang tersebut dan bermusyawarahlah bersamanya dalam mengambil keputusan. “Maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS [3]: 159).
Sebagai seorang Muslim, sikap seperti itulah yang harus kita pelihara dalam diri kita, yaitu menjaga kemurnian niat dalam berbuat. Jangan sampai hanya karena tidak  lagi diberi kesempatan memimpin, lalu langsung meradang dan mencemooh semua orang. Begitupun bila kita sebagai pemegang kebijakan, hendaknya mengambil keputusan atas dasar niat suci karena Allah yang disertai dengan musyawarah. Jangan sampai membuat keputusan atas dasar kepentingan diri (otoriter), apalagi hanya karena pengaruh pihak lain. Saat ini dan ke depan, marilah kita tata kembali niat dalam berbuat dan semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT. Sekiranya semua umat Islam memahami hal ini dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, akan terbinalah ukhuwah Islamiyah. Wallahu a’lam.
Guru dalam perspective Islam
Tidak sembarang orang dapat melalaksanakan tugas guru. Tugas itu menuntut banyak persyaratan, baik professional, biologis, psikologis, maupun pedagogig-didaktis. Al-ghazali menyusun pesyaratan yang harus dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
·         Guru hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri. Rosulullah SAW. Mencontohkan hal ini dengan menyatakan posisinya di tengah-tengah para sahabat: “Sesungguhnya aku bagi kamu seperti orang tua terhadap anaknya. (H.R Abu Daud Al-Nasai, Ibnu Majah, Dan Ibnu Hibban)
·         Tidak mengharap upah atau pujian, tapi harus mengharap keridhoan Allah dan berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya.
·         Guru haendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan mnuntut ilmu ialah mendekatkan diri pada allah, bukan memperoleh kedudukan atau kebanggaan.
·         Guru harus memperhatikan tehadap fase perkembangan berfikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berfikir murid.
Sedangkan Abdurrahman an-Nahlawi mengemukakan persyaratan seorang pendidik agar seorang pendidik menjalankan fungsi sebagai pendidik atas tiga macam yaitu; (1) Yang berkenaan dengan dirinya sendiri. (2) yang berkenaan dengan pelajaran, dan (3) Yang berkenaan dengan muridnya. Pertama, syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya yaitu antara lain:
·         tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain.
·         menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara', dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya di mata orang banyak.
·         memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dan menghindarkan diri dari akhlak yang buruk.
·         Selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah daripadanya, baik secara kedudukan ataupun usianya.
·         Rajin meneliti, menyusun, dan menulis dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian.
Kedua, syarat-syarat guru berhubungan dengan pelajaran antara lain:
·         mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid. Artinya ia harus berusaha agar apa yang akan disampaikannya hendaklah diperkirakan dapat dinikmati oleh seluruh siswanya dengan baik.
·         mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingannya.
·         mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras, hingga membisingkan ruangan, tidak pula terlalu rendah hingga tidak terdengar oleh murid atau siswa.
·         menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu. Artinva dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru memperhatikan tata cara penyampaian yang baik (sistematis), sehinga apa yang disampaikan akan mudah dicerna oleh murid.
·         menegur murid-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas, seperti menghina teman, tertawa keras, tidur, berbicara dengan teman atau tidak menerima kebenaran. Ini berarti guru atau pendidik dituntut untuk selalu menanamkan dasar-dasar akhlak terpuji dan sopan santun baik di dalam ruangan ataupun di luar ruangan belajar.
·         bersikap bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab pertanyaan. Apabila ia ditanya tentang sesuatu yang ia tidak tahu, hendaklah ia mengatakan bahwa ia tidak tahu.
·         tidak mengajarkan pelajaran  yang tidak dikuasainya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelecehan ilmiah dan sebaliknya akan terjadi hal yang sifatnya untuk memuliakan ilmu dalam proses belajar mengajar.
Ketiga, kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain:
·         mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara' menegakkan kebenaran, dan mecegah kebathilan serta memelihara kemaslahatan umat.
·         mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri Artinya, seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri (bukan orang lain).
·         memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
·         menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
·         melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Hal ini dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat pemahaman siswanya dan pertambahan keilmuan yang diperolehnya.
·         bersikap adil terhadap semua muridnya.
·         berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid.
·         terus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya. Murid yang saleh akan menjadi "tabungan" bagi guru baik di dunia, maupun di akhirat.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembanmya Tugas yang diemban seorang guru hampir sama dengan tugas seorang Rasul. Dari pandangan itu dipahami, bahwa tugas pendidik sebagai "warasal al-anbiya" yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid. kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
Menurut al-Gazali, tugas pendidik yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik. Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
Ada beberapa pernyataan tentang tugas pendidik yang dapat disebutkan di sini antara lain ialah:
a.       Mengetahui karakter murid.
b.    selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
c.       mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
Al-Ghazali menjelaskan tugas pendidik, yang dapat disimpulkan dengan ilmu yang diajarkannya.
a.    Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya.
b.    Menjadi teladan bagi anak didik.
c.    Menghormati kode etik guru

Kewibawaan Guru
Kewibawaan dalam bahasa lain adalah “gezag” yang berasal dari kata “zegen” mepunyai arti “berkata”. Jadi, seorang guru pada perinsipnya adalah orang yang mempunyai kemampuan berkata dengan baik, sistematis, dan logis. Argumentasi ini sangat rasional berdasarkan fakta dilapangan (kelas) bahwa apa yang dihadapi guru adalah sama-sama manusia yang butuh keterampilan komunikasi verbal. Oleh karnanya, apabila guru tidak terampil bicara akan menjadikan siswa cepat jenuh dan bosan dalam mengikuti pembelajaran. Jadi seorang guru yang agitator, pandai dalam berbicara menjadi persyaratan tersendiri dalam proses belajar mengajar. Seorang agitator tidak hanya lancar atau fasih bicara semata, akan tetapi juga bersuara keras serta disertai intonasi tidak menoton, dan tidak kaku. Suaranya mampu membawa suasana kelas menjadi kondusif dan siswapun dinamis. Sebaliknya guru yang tidak bersuara keras akan memungkinkan siswa berbicara dengan temannya sendiri, apa lagi jika dalam kelas siswanya banyak.
Guru yang berwibawa adalah guru yang mampu mempengaruhi anak didik berperilaku sesuai dengan apa yang ia katakan dan ia lakukan. Dan kemauan siswa yang mau melakukan perintah guru ini bukan sebagai suatu keterpaksaan, ketakutan, namun atas kesadaran peribadi siswa dan dilakukannya dengan senang hati. Bahkan siswa beranggapan jika tidak melakukan perintah guru, maka ia merasa melakukan kesalahan besar. Inilah arti pentingnya guru yang berwibawa. Ia tidak pernah pusing, susah, dan sedih menghadapi siswa, karena dengan sendirinya siswa sudah melakukan sendiri meskipun dengan bahasa isyarat guru.
Perlu dipahami pula bahwa kewibawaan yang dimiliki seseorang ada yang berupa alamiah dan non alamiyah. Kewibawaan alamiah adalah kewibawaan yang diperoleh dari suatu keturunan, sepeti, kewibawaan orang tua (bapak/ibu), pada anaknya. Anak dan pendirinya merasa sungkan atau rikuh pada bapak-ibunya wawlaupun mereka tidak menjadi pejabat, tidak berpengetahuan, dan tidak pula berharta. Kewibawaan ini sudah menjadi sunnatullah (hukum alam) karena orang tua adalah yang melahirkan, merawat, dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang, pikiran, tenaga dan harta.
Kewibawaan non alamiah adalah kewibawaan yang berasal dari eksternal yaitu dari orang lain yang dianggap mempunyai makna penting dalam kehidupannya, seperti jabatan, usia lebih tua, harta, dan ilmu pengetahuan. Kewibawaan ini sebagai bentuk rasa terima kasih antar sesama manusia. Dan kewibawaan ini diciptakan sedemikian rupa dengan seperangkat persyaratan pendukung. Contoh kewibawaan guru karena ilmunya telah ditransfer pada anak didik ssehingga ia menjadi orang yang berguna, kewibawaan pejabat karena kekuasaannya yang dapat mengangkat dan menghambat karir staf atau bawahan, kewibawaan orang kaya karena dapat mengangkat atau memberi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dua macam sumber kewibawaan di atas sudah menjadi hak setiap manusia untuk dimilikinya, orang yang sudah tidak ingin memiliki kewibawaan ibarat orang hidup dalam kematian, ia tidak semangat dalam hidup, pasif, apatis, skeptis, putus asa dan stress. Demikian pula, apabila guru sudah tidak ingin berwibawa maka dalam mengajar, ia dapat dipastikan tidak rajin, suka bolos, tidak berwawasan berpengetahuan luas, tidak mau tahu kesulitan belajar anak didik, tidak ingin anak didiknya pandai, tidak mau tahu perkembangan siswa, dan ironis lagi adalah suka mencaci, membenci, mau menang sendiri dan memarahi peserta didiknya alasan yang tidak jelas.
·         Kewibawaan Guru Dalam Kelas
§   Kewibawaan sikap
Sikap merupakan gejala perilaku seseorang (siswa) ketika merespon stimulan yang sedang dihadapi. Wujud sikap siswa ketika merespon stimulan ada yang positif dan negatif, ada yang suka/gembira ada yang benci/sedih, ada yang semangat dan ada yang biasa-biasa saja, ada yang taat penuh dan ada yang terpaksa. Langeveld mendiskrepsikan sikap ketaatan siswa terhadap guru dengan istilah volgen dan gehoorzamen. Volgen, yaitu sikap menurut, mengakui kekuasaan orang lain yang lebih besar karena paksaan atau takut. Dengan demikian ketaatan ini tidak merupakan ketaatan yang sebenarnya. Gehoorzamen adalah sikap menurut, mengakui kewibawaan orang lain yang memerintah dirinya dengan suatu ikatan dan kesadaran penuh. Jadi sikap ketaatan ini menunjukkan kesungguhan karena kewibawaan orang lain pada dirinya.
Kewibawaan sikap merupakan bagian dari ranah afektif selain kemauan menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Menerima, berarti sikap yang berupa memperhatikan untuk memperoleh sesuatu dari obyek sebagai rangsangannya, seperti; menerima pendapat gagasan orang lain dari buku yang telah dibaca, menerima saran orang lain dengan baik, dan menerima perintah orang lain yang dapat memberi manfaat dirinya.
Menanggapi, adalah suatu sikap dalam mcrespon stimulan dengan penuh perhatian, antusias, proaktif, seperti; diskusi kelas, menyelesaikan tugas eksperimen di laboratorium, dan menjawab pertanyaan guru.
Berkeyakinan, adalah sikap untuk menerima sistem nilai, norma, dan etika, seperti memberi penghargaan, kepercayaan, atau kesungguhan dalam melakukan sesuatu yang lebih baik.
Penerapan karya, merupakan sikap menerima pada berbagai sistem nilai, moral, atau etika yang berbeda-beda berdasarkan suatu sistem nilai yang tinggi dan lebih baik.
Ketekunan, yaitu sikap yang memiliki sistem nilai, moral, atau etika paling tinggi untuk menyesuaikan diri dalam berperilaku dan dijadikan dasar dalam melihat sesutu secara obyektif.
Kewibawaan sikap tersebut, guru hendaknya mampu menanamkan kepada siswanya secara utuh.. Siswa mempunyai sikap saling menghargai antar teman, terutama kepada guru. Dengan kewibawaan guru yang berbentuk sikap dalam kelas ini, tentu akan menjadikan proses pengajaran berjalan efektif dan efisien.
§   Kewibawaan Kognitif
Kognitif merupakan representasi dari kecerdasan intelektual untuk memiliki pengetahuan. Intelektual siswa diwujudkan dalam kemampuan otak yang menjadi ukuran untuk mampu mengetahui dan menerima bahan ajar untuk disimpan dalam otak. Dalam teori otak manusia dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu reptil, limbik dan neokorteks. Otak reptil, adalah otak sederhana (seperti jenis hewan reptil yang juga mempunyai otak) dengan tugas utamanya mempertahankan diri, seperti mampu menguasai detak jantung dan sistem perdaran darah secara otomatis. Otak limbik, yaitu otak sedang (tengah) yang fungsinya mengontrol emosi dan menyimpan informasi dalam waktu lama untuk dapat dipanggil lagi manakala dibutuhkan. Otak neokorteks, yakni otak tingkat tinggi yang tugas utamanya berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan ke depan, bergerak dengan baik, dan berkreasi.
Untuk itu, guru hendaknya berwibawa dalam kelas melalui penguasaan materi ajar dengan menggunakan kemampuan otak yang maksimal. Kewibawaan ini dapat ditempuh dengan langkah:
Pengetahuan, merupakan kumpulan dari obyek yang hendak diketahui oleh siswa. Pengetahuan ini dapat dijadikan siswa untuk menjadi orang pandai, kuat ingatan, atau berwawasan luas sebagai bahan kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya, sebelum guru menyampaikan pengetahuan kepada siswa hendaknya dipersiapkan secara matang sehingga siswa puas dapat termotivasi dan gurunya pun berwibawa.
Pemahaman, adalah aktivitas untuk memahami sesuatu dengan cara menginterpretasikan, menjelaskan, dan mampu membuat kesimpulan untuk dijadikan suatu konsep, prinsip, teori, atau dalil. Disinilah guru memegang peranan penting untuk dapat menafsirkan mata pelajaran, baik yang terdapat dalam bahan ajar (buku teks) maupun dalam menafsirkan lingkungan atau alam. Penerapan, adalah kemampuan untuk menjelaskan atau menafsirkan materi ajar yang sudah disampaikan kepada siswa untuk diterapkan dalam situasi baru, yaitu kemampuan menerapkan konsep, prinsip, teori atau dalil sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Dengan demikian, guru benar-benar menjadi berwibawa di hadapan siswanya.
Analisis, yaitu kemampuan guru dalam mengidentifikasi atau menjabarkan materi ajar menjadi bagian-bagian yang mempunyai hubungan antar satu dengan lainnya sehingga bagian-bagian tersebut menjadi utuh dan mudah dimengerti. Disinilah guru mempunyai tugas yang agak berat karena tingkat analisis siswa berbeda-beda.
Sintesis, yakni kemampuan guru dalam menyatukan bagianbagian yang sudah terpisah sesuai sifat dan jenis masalah yang terdapat dalam materi pelajaran sehingga menjadi bagian yang utuh. Dalam hal ini guru menyajikan data, fakta dan informasi untuk diolah dan dirumuskan sehingga menjadi pola yang terstruktur dengan baik. Jadi, guru dalam kelas hendaknya mampu membentuk siswa berkemampuan kognitif-sintesis sehingga melahirkan kewibawaan guru itu sendiri.
Evaluasi, adalah kemampuan guru untuk mengadakan penilaian atas hasil belajar siswa berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam bidang materi ajar. Kegiatan evaluasi ini mensyaratakan ketelitian guru terhadap tahapan-tahapan belajar siswa. Dengan evaluasi ini, guru diharapkan pula obyektif sehingga mampu menjadikan siswa percaya, taat, dan tunduk kepadanya dengan sungguh-sungguh, tidak hanya sekedar ketakutan yang terpaksa.
§   Kewibawaan Keterampilan
Keterampilan merupakan wujud siswa dalam menerapkan suatu teori. Artinya, siswa tidak hanya diharapkan pandai dalam ranah afektif (sikap), kognitif (intelektual) semata, akan tetapi keterampilan siswa dalam menerapkan sesuatu menjadi keniscayaan untuk menjadi siswa yang berhasil dalam belajar. Guru akan berwibawa dalam kelas apabila ia terampil menerapkan sesuatu yang sesuai dengan materi pelajaran kepada siswanya. Kewibawaan keterampilan guru ini dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut;
Persepsi, yaitu kesanggupan guru dalam memandang materi pelajaran dengan cara membuka peluang siswa untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan bahan ajar yang akan dinelajari. Dalam hal ini guru menyruh siswa untuk menggunakan keterampilan indranya, seperti; tangan terampil memainkan alat musik, kaki terampil memainkan bola, mata terampil membaca, telinga terampil mendengankan mata pelajaran yang disampaikan pada guru, dan lain-lainnya.
Kesiapan, yakni guru mempersiapkan diri materi pelajaran sesuai dengan tujuan siswa untuk menjadi terampil. Kesiapan in i beraksentuasi pada melakukan kegiatan yang dilandasi kesiapan mental, kesiapan fisik, kesiapan, clan kesiapan emosional. Apabila guru mampu melakukan kesiapan tersebut, maka guru akan mudah menjadikan siswa terampil dalam melakukan kegiatan yang i:nbasnya adalah guru benar-benar berwibawa.
Mekanisme, merupakan bentuk kewibawaan guru di dalam kelas dengan cara terampil menanggapi bahan ajar yang telah disampaikan kepada siswa atas dasar pertanyaan dan permasalah siswa. Disinilah, guru membentuk kebiasaan siswa sehinggasecara mekanik-otomistis siswa mahir dan terampil menjalankan kegiatan pembelajaran.
Respon terbimbing, guru mengajar di dalam kelas untuk tahapan ini adalah memerintah anak untuk mengikuti dan mengulangi hingga sampai pada hasil keterampilan yang benar. Siswa pun disuruh untuk melakukan sesuatu yang berupa uji coba berdasarkan tanggapan dan kemampuan keterampilannya masing-masing dengan bimbingan seorang guru.
Kemahiran, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan tingkat kemapanan siswa. Artinya, siswa dibentuk keterampilannya untuk berbuat sesuatu sehingga hasilnya lebih baik dan waktunya lebih cepat. Disinilah kewibawaan guru akan menjadi bertambah di hahadapan siswa.
Adaptasi, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan menggunakan pendekatan individual siswa. Siswa diberi kesempatan untuk berkembang sendiri dengan cara mampu memodifikasi pola gerak, berbuat, dan bertindak sesuai dengan kebutuhannya.
Originasi, yaitu kewibawaan guru dalam mengajar di kelas untuk menjadikan siswa terampil dalam menciptakan sesuatu dengan sendirinya, tanpa bimbingan guru secara langsung. Seperti; siswa terampil membuat komputer, siswa terampil membuat pola pakaian, siswa terampil membuat desain rumah yang aman dan nyaman, clan lain sebagainya.
·         Kewibawaan Guru dalam Lingkungan
Guru disamping sebagai makhluk individu juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, ia mempunyai kewajiban untuk menata dirinya sendiri dengan tanpa melibatkan orang lain. Dan sebagai makhluk sosial, ia mampu berinteraksi ditengah-tengah masyarakatnya dengan baik dan benar serta diharapkan menjadi orang orang lain sebagaimana dirinya sendiri.
Lingkungan Keluarga kemasyarakatan adalah komunitas terkecil dalam setting kehidupan sosial. Maklum adanya, bahwa kehidupan keluarga selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat global. Dulu peran ayah sangat dominan, sekarang peran ibu menuntut kesejajaran ayah. Dulu seorang bapak mencari nafkah sepenuhnya untuk memmenuhi kebutuhan keluarga, sekarang ibu pun tidak mau ketinggalan untuk menopang kebutuhan keluarga. Dulu, keluarga, bapak-ibu, tidak menjadi masalah dalam memproduksi anak sebanyak banyaknya, sekarang hal ini menjadi problematika besar.
Demikian pula, dulu guru mempunyai tempat yang terhormat di sekolah, keluarga, dan masyarakat, sekarang posisi tersebut sudah bergeser menjadi paradigma yang sudah biasa, tanpa kelebihan yang berarti. Dulu guru benar-benar dihormati siswa, sekarang banyak guru yang dibenci siswa. Untuk itulah, guru dituntut untuk membenahi keluarganya sendiri sebelum membenahi orang lain.
Kewibawaan guru dalam keluarga pada prinsipnya menjadi hak dan kewajiban guru itu sendiri, terutama guru laki-laki yang mernang menjadi pemimpin keluarga dalam perspektif sejarah dan agama, yaitu orang laki-laki menjadi pemimpin istri dan anak-anaknya walaupun situasi sekarang sudah tidak menghendaki seperti itu.
Dalam hal ini kewibawaan pendidikan dalam keluarga oleh seorang guru (bapak atau ibu) berarti berperan ganda, satu sisi sebagai kepala atau wakil kepala keluarga dan sisi lain sebagai guru bagi anggota keluarganya. Peraturan-peraturan dalam keluarga pun dibuat sedemikian rupa sehingga menghendaki semua aggota keluarga untuk mentaatinya. Walaupun peraturan dalam keluarga tidak begitu formal sebagaimana peraturan dalam pendidikan sekolah

No comments:

Post a Comment