Tuesday, January 29, 2013

BELAJAR AKSARA SUNDA BAG.I


BAB 1
SEJARAH SINGKAT AKSARA SUNDA
Sebagai salah satu kebudayaan yang telah berusia cukup lama, secara historis lebih dari 16 abad yang lalu, kebudayaan Sunda memiliki kekayaan peninggalan kebudayaan berupa benda-benda bertulis, seperti prasasti, piagam, serta naskah kuno yang cukup banyak. Hal ini menunjukkan adanya kecakapan tradisi tulis-menulis di kalangan masyarakat Sunda. Kenyataan tersebut sekaligus membuktikan adanya kesadaran yang tinggi dari para pendahulu masyarakat Sunda mengenai pentingnya penyampaian informasi hasil ketajaman wawasan, pikiran, dan perasaan mereka berupa gagasan atau ide-ide yang mereka rekam melalui sarana bahasa dan aksara pada setiap kurun waktu yang dilaluinya.

Kecakapan masyarakat dalam tulis-menulis di wilayah Sunda telah diketahui keberadaannya sekitar abad ke-5 Masehi, pada masa Kerajaan Tarumanagara. Hal itu tampak pada prasasti-prasasti dari zaman itu yang sebagian besar telah dibicarakan oleh Kern (1917) dalam buku yang berjudul Versvreide Geschriften; Inschripties van den Indichen Archipel. Karya tersebut memuat cukup lengkap data-data inskripsi dan facsimile disertai peta arkeologis yang cukup jelas.
Selanjutnya baru sekitar zaman Kerajaan Sunda (masa Pakuan Pajajaran-Galuh, abad ke-8 sampai dengan abad ke-16), selain ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dan piagam (Geger Hanjuang, Sanghyang Tapak, Kawali, Batutulis, dan Kebantenan), juga sudah ditemukan peninggalan yang berupa naskah (berbahan lontar, nipah, kelapa, dan bilahan bambu) dalam jumlah yang cukup banyak dan berasal dari berbagai daerah di wilayah Jawa Barat atau Tatar Sunda. Naskah-naskah tertua yang ditemukan dari wilayah Tatar Sunda ini berasal dari sekitar abad ke-14 hingga abad ke-16 Masehi.
Naskah-naskah dimaksud yang telah digarap dan dipelajari hingga saat ini, antara lain Carita Parahyangan, Fragmen Carita Parahyangan, Carita Ratu Pakuan, Kisah Perjalanan Bujangga Manik, Kisah Sri Ajnyana, Kisah Purnawijaya, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, Sanghyang Raga Déwata, Sanghyang Hayu, Pantun Ramayana, Serat Déwabuda, Serat Buwana Pitu, Serat Catur Bumi, Séwaka Darma, Amanat Galunggung, Darmajati, Jatiniskala, dan Kawih Paningkes.
Penemuan naskah-naskah Sunda selanjutnya hingga abad ke-20 telah dicatat dalam beberapa laporan berupa buku katalog naskah yang dikerjakan oleh Juynboll (1899, 1912), Poerbatjaraka (1933), Pigeaud (1967-1968, 1970), Sutaarga (1973), Ekadjati dkk. (1988), Viviane Sukanda-Tessier & Hasan Muarif Ambary (1990), dan Ekadjati & Undang A. Darsa (1999). Naskah-naskah Sunda yang telah dicatat dan diinvetarisasi tersebut kini tersimpan dalam koleksi museum atau perpustakaan yang dibangun oleh pemerintah maupun swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun demikian tidak sedikit naskah-naskah yang masih tersebar di kalangan masyarakat secara perseorangan yang hingga kini belum terinventarisasi.

 Aksara Sunda

A.     AKSARA SWARA

Aksara swara adalah aksara yang secara silabis memiliki harkat bunyi vokal. Aksara swara terdiri dari 7 aksara, yaitu:
Sundanese vowels (Aksara Swara)

  1. BENTUK GRAFIS
vowels

Contoh penulisan Aksara Swara
Apa = ap       oma = Om    ida = Id
Éka  =  {k  uda = Ud     lia = lia












  1. AKSARA NGALAGENA (Consonants)
Aksara ngalagena adalah lambang-lambang bunyi yang dapat dipandang sebagai fonem konsonan yang secara silabis mengandung bunyi vokal /a/. Aksara ngalagena terdiri dari 23 aksara, 18 aksara berasal dari bunyi bahasa Sunda, dan 5 aksara berasal dari bunyi serapan, dan 2 aksara tambahan.
.
ngalagena




  1. Bentuk grafis (Graphical representation)
Aksara Ngalagena
  1. Contoh Penulisan aksara ngalagena (consonant)

BBBbhs
srn
slk
bhy
sgr
bahasa
sarana
salaka
bahaya
sagara

F.    Angka
Sundanese numerals
Sistem tata tulis aksara Sunda dilengkapi pula dengan lambang angka-angka. Penulisan lambang angka puluhan, ratusan, dan seterusnya ditulis berderet dari “kiri ke kanan”, seperti halnya dalam sistem angka Arab. Beberapa lambang angka Sunda  bentuknya ada yang mirip dengan lambang aksara sehingga untuk menuliskan (deretan) lambang angka harus diapit dengan garis vertikal yang lebih tinggi dari lambang angka.
  1.  Bentuk Grafis (Graphic representation)
Angka
  1. Contoh penulisan angka
 hrilhir;J  tgNgl; |20| Ok;tober; |1985|
   Hari lahirnya       tanggal          20            oktober            1985





I.       Rarangkén (Diacritics)

Rarangkén (vokalisasi) berfungsi untuk merubah vokal pada huruf ngalagena,  di dalam aksara sunda terdiri dari 13 rarangkén  . Berdasarkan posisi penulisannya  dapat digolongkan menjadi :
·         rarangkén yang ditulis di atas berjumlah   5 jenis
·         rarangkén yang ditulis di bawah berjumlah  3 jenis
·         rarangkén yang ditulis sejajar terdiri atas 5 rarangkén)

A.      Vokalisasi yang ditulis “di atas” lambang aksara dasar berjumlah 5 buah, yaitu:
1.      panghulu  berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar /a/ menjadi /i/.
2.      pamepet  berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar  /a/ menjadi /e/.
3.      paneuleung  berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar /a/ menjadi  /eu/.
4.      panglayar berfungsi menambah konsonan /+r/ pada akhir aksara dasar.
5.      panyecek  berfungsi menambah konsonan /+ng/ pada akhir aksara dasar.
B.      Vokalisasi yang ditulis “di bawah” lambang aksara dasar berjumlah 3 buah, yaitu:
1.      panyuku  berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar /a/ menjadi /u/.
2.      panyakra berfungsi menambah bunyi aksara /+ra/ pada aksara dasar yang didekatinya, dan bisa disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara dasarnya.
3.      panyiku berfungsi menambah bunyi aksara /+la/ pada aksara dasar yang dilekatinya, dan bisa disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara dasarnya.
C.       Vokalisasi yang ditulis “sejajar” dengan aksara dasar berjumlah 5 buah, yaitu:
1.      panéléng berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar /a/ yang didahuluinya menjadi /é/.
2.      panolong berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar /a/ yang mendahuluinya menjadi /o/.
3.      pamingkal berfungsi menambah bunyi /+ya/ pada aksara dasar yang dilekatinya, dan bisa disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara dasarnya.
4.      pangwisad berfungsi menambah konsonan /+h/ pada akhir aksara dasar.
5.      pamaéh berfungsi menghilangkan bunyi vokal pada aksara dasar yang mendahuluinya.
J.        Jenis dan Fungsi Rarangkén
Berdasarkan letak penulisan rarangken terdiri dari rarangken di atas, di bawah dan di sejajar dengan lambang aksara dasar , diantaranya adalah;
    1.  Rarangkén (Vokalisasi)  yang ditulis “di atas” lambang aksara dasar    berjumlah 5 buah, yaitu
°ᮤ
panghulu  berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar /a/ menjadi /i/.
Contoh: = ka → ᮊᮤ = ki.
Bdsi 
bki
spi
B blik;
dasi
  baki  
  sapi  
              balik
Bbsi
kli
nsi
kbit
Basi
kali
nasi
               kabita

ki =
ki
gi =
Gi
ngi =
Gi
ci =
ci
ji =
ji
nyi =
Ji
ti =
ti
di =
di
ni =
ni
pi =
pi
bi =
bi
mi =
mi
yi =
yi
ri =
ri
li =
li
wi =
wi
si =
si
hi =
hi
fi =
fi
qi =
qi
vi =
vi
xi =
xi
zi =
zi



°ᮨ
pamepet  berfungsi mengubah bunyi vokal aksara dasar  /a/ menjadi /e/.
Contoh: = ka → ᮊᮨ = ke.
sekli
Ccekp;   
Bbetul;
eQ     rebo
sekali
cekap
betul
rebo
dedek;
  celn 
jels;
 lemes;
dedek
celana
jelas
lemes

ke =   
ke
ge =
Ge
nge =
Ge
ce =
ce
je =
Je
nye =
Je
te =
te
de =
de
ne =
ne
pe =
pe
be =
be
me =
me
ye =
ye
re =
re
le =
le
we =
we
se =
se
he =
he
fe =
fe
qe =
qe
ve =
ve
xe =
xe
ze =
ze





No comments:

Post a Comment