Yang Muda Yang Bangga Sunda
Pikiran Rakyat
Bandung, Minggu (manis) 1 Juli 2012
Bandung, Minggu (manis) 1 Juli 2012
Di banyak tempat, juga di kaus
sering ditemukan tulisan berisi idiom-idiom fanatik tentang kesundaan. “Sunda
nu Aing” atau “Aing urang Sunda” merupakan contoh fenomena itu. Begitu juga di
internet. Anak muda Sunda tidak hanya berani berkomunikasi menggunakan bahasa
Sunda, tetapi juga bangga menunjukkan identitas kesundaannya. Lalu secara
politis, Pemerintah Kota Bandung Menetapkan penggunaan bahasa Sunda setiap Rabu
pada semua acara resmi.
KENYATAAN seperti itu, menjadi
potret anak muda Sunda saat ini. Komunitas-komunitas yang mengusung nama Sunda
pun banyak bermunculan. Menurut catatan Dadan Sutisna, sejak tahun 1950 sampai
sekarang sedikitnya ada 1.000 organisasi yan membawa nama Sunda.
Dadan Sutisna dikenal sebagai Ketua
Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PPSS). Ia juga penemu software penulisan
aksara Sunda di internet. Hasil temuannya itu telah dibukukan.
Kini, Dadan sedang membuat semacam
toefl bahasa Sunda di internet. Bila pengunjung mau ke laman ini, ia dapat
memililh materi ajar bahasa Sunda, mengevaluasinya, dan memperoleh nilai dari
toefl yang telah diikutinya itu. Cara ini merupaan bentuk pembelajaran
paperless dengan sasaran tak terbatas ruang dan waktu.
Untuk menjaga komunikasi dengan
masyarakat, Dadan juga sedang menyiapkan laman baru semacam kamus bahasa Sunda
di dunia maya. Nantinya, kamus ini menjadi tempat tanya jawab tentang bahasa
Sunda di website. Ide ini muncul karena masih banyak orang tua yang ingin
bertanya tentang bahasa Sunda untuk anaknya tetapi bingung harus kepada siapa.
Fenomena anak muda dan bahasa Sunda
di internet memang luar biasa. Seorang Dadan sedang mencoba memenuhi kebutuhan
baru urang Sunda pada era kesejagatan seperti sekarang.
Selain Dadan, banyak jua laman yang
berisi tentang kesundaan dan menggunakan bahasa Sunda. Beberapa di antaranya, http://www.sundanet.com,
http://www.daluang.com,
http://www.salaka.net,
http://www.radiobarayasunda.com,
dan masih banyak lagi. Meskipun beberapa sudah mulai kurang diupdate.
Banyak pula laman baru dengan
tampilan lebih elegan, conthnya sundanese corner milik Hawe Setiawan. Laman ini
dibuka pada 2010. Berisi tentang kesundaan dan ditulis menggunakan bahasa
Inggris. Tujuannya sebagai promosi budaya Sunda untuk jagat yang lebih luas.
Para pengunjungnya lebih banyak orang asing, tua, muda, dosen, ataupun
mahasiswa. Umumnya menurut Hawe Setiawan, mereka ingin mengetahui informasi dan
paparan tentang bahasa dan warisan Sunda. “Ini menarik, karena semakin lama
pengunjungnya semakin banyak,” demikian Hawe Setiawan.
Yang paling fenomenal adalah
munculnya grup fiksimini atau “Pikmin”. “Pikmin” adalah grup di jejaring sosial
yang beranggotakan orang-orang penulis fiksi mini. Sejak aktif pada September
2011 sampai sekarang, jumlah anggotanya mencapai 2.876 orangdengan jumlah
anggota baru sebanyak 172 orang.
Awalnya menurut Dadan Sutisna yang
juga salah satu operator grup ini, semua naskah yang masuk diterbitkan begitu
saja. Namun setelah penyair dan penulis senior seperti Godi Suwarna dan Tatang
Sumarsono terlibat dan memeberikan komentar intensif terhadap setiap karya yang
masuk, karya-karya yang diterbitkan pun akhirnya semakin selektif. Bahasa yang
digunakan para penulis dan kaidah-kaidah penulisan pun semakin baik.
Komunitas ini, kini sering
mengadakan pertemuan rutin di Gedung YPK setiap Sabtu siang. Karya-karya mereka
sudah dibukukan dan menyusul akan diterbitkan pula buku baru. Fenomena “Pikmin”
telah menumbuhkan gairah kepenulisan karya sastra yang luar biasa. “PR Online”
pun memberi ruang untuk tampil di http://www.pikiran-rakyat.com lewat “Fikmin Basa Sunda”.
Untuk menghargai dan menjaga
keberlangsungan semangat anak muda ini, Rektor Unpad Ir. Ganjar Kurnia, DSA
yang mempunyai perhatian terhadap bahasa, sastra, seni, dan budaya Sunda
sengaja memilih karya fiksimini terbaik dan memberikan hadiah. Hal ini tentu
saja mendorong bermunculannya anggota baru, termasuk remaja setingkat SMA dan
SMP.
Perkembangan paling mengejutkan dari
grup “Pikmin” yang anggotanya disebut “Pikminers” ini, muncul gejala baru dalam
kebahasaan. Urang Sunda tidak malu-malu lagi melafalkan huruf “f” dengan huruf
“p”. Fikmin dikatakan Pikmin, bahkan kata “meriung” yang sebetulnya pelesetan
dari kata “ngariung” dalam bahasa Sunda, konon sudah diserap ke dalam bahasa
Indonesia dengan arti berkumpul bersama. Hal ini menambah khazanah baru
perkembangan kosa kata bahasa Sunda.
Namun apakah fenomena ini akan
bertahan lama atau sekedar tren? Hawe Setiawan menilai, hal ini akan bertahan
karena para penutur bahasa Sunda akan terus menyesuaikan diri dengan
perkembangan media komunikasi dan kultur masyarakat di sekitarnya.
Komunitas dan peneliti
Anak muda dan bahasa Sunda tidak hanya menguat di dunia maya, di dunia nyata pun demikian. Terbukti dengan menjamurnya komunitas-komunitas yang mengusung nama Kesundaan. Misalnya Komunitas Karinding atau Komuntas Toleat, keduanya merupakan komuntias yang peduli terhadap kesenian Sunda karnding dan toleat.
Anak muda dan bahasa Sunda tidak hanya menguat di dunia maya, di dunia nyata pun demikian. Terbukti dengan menjamurnya komunitas-komunitas yang mengusung nama Kesundaan. Misalnya Komunitas Karinding atau Komuntas Toleat, keduanya merupakan komuntias yang peduli terhadap kesenian Sunda karnding dan toleat.
Di bidang bahasa dan sastra, muncul
Sinta Ridwan, lulusan Magister Filologi Unpad yang membuka kelas gratis
penulisan aksara Sunda di Gedung Indonesia Menggugat (GIM). Sejak 2009 sampai
sekarang pesertanya sudah mencapai 500 orang dengan jumlah peserta yang hadir
sebanyak 30 orang.
Rencananya tahun ini Sinta Ridwan
akan membuat buku cerita anak Jawa Barat dalam aksara Sunda, bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris. Tujuannya tiada lain agar urang Sunda mengenal dan mau
belajar aksara Sunda kuna.
Munculnya fenomena komuntias ini
menurut Dadan Sutisna, selalu berawal dari dunia maya. Perangkat teknologi
seperti smartphone telah mendekatkan mereka satu sama lain sehingga terjadi
hubungan yang intens. Atau komunitas-komunitas yang sebelumnya ada tidak atau
belum menyentuh kebutuhan mereka sehingga mereka membentuk komunitas baru.
Namun, lebih dari itu hal ini menjadi bukti bahwa antusiasme anak muda terhadap
kesundaan sangat tinggi.
Antusiasme seperti ini, ternyata
terjadi pula di dunia penelitian yang lebih serius. Menurut Sekertaris Pusat
Studi Sunda (PSS) yang juga menjabat sebagai Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan
Budaya Sunda Sekolah Pasca Sarjana UPI, Dr. Ruhaliah, M.Hum, banyak anak muda
setingkat sarjana bahkan calon sarjana yang masih berusia 22 tahun meneliti
naskah Sunda kuno. Salah satunya adalah Ilham Nurwansah.
Sarjana baru lulusan FPBS UPI ini,
meneliti naskah kuno berjudul “Sanghyang Siksa Kandang Karesian” versi koropak
No. 624, koleksi naskah Perpustakaan Nasional RI di Jakarta. Naskah ini ditulis
dalam aksara Sunda kuna dan sebelum membacanya harus ditransliterasikan
terlebih dahulu. Namun karena rasa ingin tahu Ilham sangat tinggi, ia berhasil
menguak isi naskah tersebut.
“Awalnya penasaran, apa sebenarnya
isi naskah tersebut. Apa pula yang membedakan keduanya,” ujar Ilham. Isi naskah
yang diteliti itu ternyata semacam ensiklopedia tentang nama-nama ahli dan
tempat belajar bahasa yang sekarang pun diyakini sebagai tempat-tempat
potensial untuk mempelajari bahasa.
Ruhaliah menilai, semangat anak muda
seperti ini akan menjadi aset Sunda masa depan. Jika, para filolog
(peneliti/ahli naskah kuna) mau melibatkan dan mengarahkan mereka dalam
penelitian-penelitian. Selama ini, filologi sebagai ilmu pernaskahan kuna, hanya
dipandang sebagai pekerjaan orang tua. Tetapi ternyata, banyak anak muda
seperti Ilham yang justru haus denan hal-hal masa lalu Kesundaan.
Untuk menjawab kebutuhan itu, ke
depan, PSS sedang membangun perpustakaan berlantai tiga dengan sistem
pengelolaan modern dan profesional. PSS juga akan terus membuat mikrofilm,
mentransliterasi, dan membukukan naskah-naskah Sunda Kuna sebagai pelestarian
aset budaya Sunda kuna.
Tiga buku hasl dari mikrofilm dan
transliterasi yang sudah diterbitkan PSS adalah “Tututr Buwana dan Empat
mantra” (2010), “Serat Swawar Cinta” (2011), dan “Sanghyang Tatwa Ajnyana”
(2011). Ketiga buku ini akan diluncurkan bersamaan dengan soft opening
perpustakaan PSS yang baru selesai dibangun satu.
Sedangkan untuk merangkul anak muda
yang memiliki gairah tinggi, PSS akan menyelenggarakan diskusi rutin dengan
narasumber senior dan yunior. Hal ini menurut Ruhaliah untuk mendekatkan
filolog senior dengan para peneliti muda. Yang tentu saja sejalan dengan
keinginan Ilham, “Beri kami kesempatan. Libatkan kami dalam penelitian, walupun
mungkin awalnya hanya membantu,” demikian Ilham.
Sebuah tantangan baru bagi urang
Sunda, adanya keterbukaan dan keberterimaan generasi tua terhadap generasi
muda. Sok ah prung!
(Eriyanti/”PR”)***
(Eriyanti/”PR”)***
No comments:
Post a Comment