1.
Awali dengan niat yang benar
Setiap apa yang kita lakukan
tergantung niat nya, kalau niat menjadi guru adalah ingin mendapatkan kaya raya
harta berlimpah, lupakan menjadi guru segera cari profesi lain atau jadi lah pengusaha, mulailah membaca buku
Young Rich karya Robert T kyosaki atau perbanyak membaca buku-buku memulai dan
mengelola usaha. Jadi guru tidak akan membuat anda menjadi orang yang berlimpah
harta, hidup cukup iya, tetapi cukup itu pun relatif menurut saya cukup belum
tentu menurut anda. Niat kan diri anda menjadi guru itu untuk memberi
pencerahan pada anak-anak didik, mengajarkan ilmu yang bermanfaat , mendapatkan ridho allah SWT, mengajarkan
kreatifitas, mencari nafkah untuk keluarga (?!) jika
anda mendapatkan uang lebih atau anda kaya raya jadi guru karena lain hal
anggap lah itu bonusnya saja.
Saya tertarik
soal niat, berbuat karena Allah yang di tulis Dr Abdul Mannan yang dimuat di koran Republika; Problematika
besar bangsa ini sejatinya bermula dari sebuah kerusakan kecil. Seperti
peristiwa kebakaran hebat, ia bermula dari percikan api yang kecil. Karena itu,
kita harus senantiasa mengantisipasi terjadinya kerusakan kecil agar tidak
telanjur makin besar. Kerusakan kecil itu ialah ketidakmurnian niat dalam
berbuat atau melakukan sesuatu. Islam sangat memperhatikan masalah niat. Niat
yang salah (tidak karena Allah) akan menghilangkan pahala dari kebaikan yang
dilakukan meskipun amal tersebut tergolong amal saleh yang dicintai Allah dan
rasul-Nya. “Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya. Sesungguhnya
bagi setiap orang adalah apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari Muslim).
Jadi,
sekalipun seseorang mampu merangkai kata-kata indah nan memukau atau mampu
bekerja keras dengan penuh semangat, tapi tidak diniati karena Allah,
sia-sialah semuanya. Niat yang buruk atau niat yang ditumpangi oleh kepentingan
nafsu akan menimbulkan perselisihan serius sehingga menyebabkan terjadinya
perdebatan, pertengkaran, perkelahian, bahkan permusuhan dan dendam. Oleh
karena itu, ber hati-hatilah dalam mengambil sebuah keputusan sebelum
bertindak. Kita harus memastikan secara jernih bahwa yang kita lakukan benar-
benar semata-mata karena Allah agar mendapat keridaan-Nya. Jika sudah
memastikan bahwa yang kita lakukan adalah murni karena Allah, lalu direspons
keliru oleh orang lain, janganlah terprovokasi untuk marah. Tetaplah tenang dan
bersegeralah mengingat Allah. Bahkan jika perlu, mohonkanlah ampun buat orang
tersebut dan bermusyawarahlah bersamanya dalam mengambil keputusan. “Maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu.” (QS [3]: 159).
Sebagai
seorang Muslim, sikap seperti itulah yang harus kita pelihara dalam diri kita,
yaitu menjaga kemurnian niat dalam berbuat. Jangan sampai hanya karena
tidak lagi diberi kesempatan memimpin,
lalu langsung meradang dan mencemooh semua orang. Begitupun bila kita sebagai
pemegang kebijakan, hendaknya mengambil keputusan atas dasar niat suci karena
Allah yang disertai dengan musyawarah. Jangan sampai membuat keputusan atas
dasar kepentingan diri (otoriter), apalagi hanya karena pengaruh pihak lain.
Saat ini dan ke depan, marilah kita tata kembali niat dalam berbuat dan
semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT. Sekiranya semua umat Islam
memahami hal ini dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, akan terbinalah
ukhuwah Islamiyah. Wallahu a’lam.
Guru dalam
perspective Islam
Tidak
sembarang orang dapat melalaksanakan tugas guru. Tugas itu menuntut banyak
persyaratan, baik professional, biologis, psikologis, maupun
pedagogig-didaktis. Al-ghazali menyusun pesyaratan yang harus dimiliki guru
antara lain sebagai berikut:
·
Guru
hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri. Rosulullah SAW. Mencontohkan
hal ini dengan menyatakan posisinya di tengah-tengah para sahabat:
“Sesungguhnya aku bagi kamu seperti orang tua terhadap anaknya. (H.R Abu Daud
Al-Nasai, Ibnu Majah, Dan Ibnu Hibban)
·
Tidak
mengharap upah atau pujian, tapi harus mengharap keridhoan Allah dan
berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya.
·
Guru
haendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan
kepada murid bahwa tujuan mnuntut ilmu ialah mendekatkan diri pada allah, bukan
memperoleh kedudukan atau kebanggaan.
·
Guru
harus memperhatikan tehadap fase perkembangan berfikir murid agar dapat
menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berfikir murid.
Sedangkan Abdurrahman an-Nahlawi mengemukakan persyaratan seorang
pendidik agar seorang pendidik menjalankan fungsi sebagai pendidik atas tiga
macam yaitu; (1) Yang berkenaan dengan dirinya sendiri. (2) yang berkenaan
dengan pelajaran, dan (3) Yang berkenaan dengan muridnya. Pertama, syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya yaitu antara
lain:
·
tidak
berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai
kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain.
·
menjauhi
mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara', dan menjauhi situasi yang
bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan
harga dirinya di mata orang banyak.
·
memelihara
akhlak yang mulia dalam pergaulannya dan menghindarkan diri dari akhlak yang
buruk.
·
Selalu
belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah
daripadanya, baik secara kedudukan ataupun usianya.
·
Rajin
meneliti, menyusun, dan menulis dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian.
Kedua, syarat-syarat guru berhubungan dengan pelajaran antara lain:
·
mengambil
tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid. Artinya ia
harus berusaha agar apa yang akan disampaikannya hendaklah diperkirakan dapat
dinikmati oleh seluruh siswanya dengan baik.
·
mengajarkan
pelajaran yang sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingannya.
·
mengatur
volume suaranya agar tidak terlalu keras, hingga membisingkan ruangan, tidak
pula terlalu rendah hingga tidak terdengar oleh murid atau siswa.
·
menjaga
ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu. Artinva
dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru memperhatikan tata cara
penyampaian yang baik (sistematis), sehinga apa yang disampaikan akan mudah
dicerna oleh murid.
·
menegur
murid-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas, seperti menghina
teman, tertawa keras, tidur, berbicara dengan teman atau tidak menerima
kebenaran. Ini berarti guru atau pendidik dituntut untuk selalu menanamkan
dasar-dasar akhlak terpuji dan sopan santun baik di dalam ruangan ataupun di
luar ruangan belajar.
·
bersikap
bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab
pertanyaan. Apabila ia ditanya tentang sesuatu yang ia tidak tahu, hendaklah ia
mengatakan bahwa ia tidak tahu.
·
tidak
mengajarkan pelajaran yang tidak
dikuasainya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelecehan ilmiah dan
sebaliknya akan terjadi hal yang sifatnya untuk memuliakan ilmu dalam proses
belajar mengajar.
Ketiga, kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain:
·
mengajar
dengan niat mengharapkan ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara'
menegakkan kebenaran, dan mecegah kebathilan serta memelihara kemaslahatan
umat.
·
mencintai
muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri Artinya, seorang guru hendaknya
menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri
(bukan orang lain).
·
memotivasi
murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
·
menyampaikan
pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami
pelajaran.
·
melakukan
evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Hal ini
dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat pemahaman siswanya dan
pertambahan keilmuan yang diperolehnya.
·
bersikap
adil terhadap semua muridnya.
·
berusaha
membantu memenuhi kemaslahatan murid.
·
terus
memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya. Murid yang
saleh akan menjadi "tabungan" bagi guru baik di dunia, maupun di
akhirat.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Keutamaan seorang pendidik
disebabkan oleh tugas mulia yang diembanmya Tugas yang diemban seorang guru
hampir sama dengan tugas seorang Rasul. Dari pandangan itu dipahami, bahwa
tugas pendidik sebagai "warasal al-anbiya" yang pada hakikatnya
mengemban misi rahmat li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia
untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia
dan akhirat. kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang
berjiwa tauhid. kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
Menurut
al-Gazali, tugas pendidik yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan,
menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd
al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik. Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih,
pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua,
fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan
dan nilai-nilai agama kepada manusia.
Ada beberapa pernyataan tentang
tugas pendidik yang dapat disebutkan di sini antara lain ialah:
a. Mengetahui karakter murid.
b. selalu berusaha meningkatkan keahliannya,
baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
c. mengamalkan ilmunya, jangan berbuat
berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
Al-Ghazali menjelaskan tugas
pendidik, yang dapat disimpulkan dengan ilmu yang diajarkannya.
a. Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan
kewajibannya.
b. Menjadi teladan bagi anak didik.
c. Menghormati kode etik guru
Kewibawaan
Guru
Kewibawaan
dalam bahasa lain adalah “gezag” yang berasal dari kata “zegen” mepunyai arti
“berkata”. Jadi, seorang guru pada perinsipnya adalah orang yang mempunyai
kemampuan berkata dengan baik, sistematis, dan logis. Argumentasi ini sangat
rasional berdasarkan fakta dilapangan (kelas) bahwa apa yang dihadapi guru
adalah sama-sama manusia yang butuh keterampilan komunikasi verbal. Oleh
karnanya, apabila guru tidak terampil bicara akan menjadikan siswa cepat jenuh
dan bosan dalam mengikuti pembelajaran. Jadi seorang guru yang agitator, pandai
dalam berbicara menjadi persyaratan tersendiri dalam proses belajar mengajar. Seorang
agitator tidak hanya lancar atau fasih bicara semata, akan tetapi juga bersuara
keras serta disertai intonasi tidak menoton, dan tidak kaku. Suaranya mampu
membawa suasana kelas menjadi kondusif dan siswapun dinamis. Sebaliknya guru
yang tidak bersuara keras akan memungkinkan siswa berbicara dengan temannya
sendiri, apa lagi jika dalam kelas siswanya banyak.
Guru yang berwibawa adalah guru
yang mampu mempengaruhi anak didik berperilaku sesuai dengan apa yang ia
katakan dan ia lakukan. Dan kemauan siswa yang mau melakukan perintah guru ini
bukan sebagai suatu keterpaksaan, ketakutan, namun atas kesadaran peribadi
siswa dan dilakukannya dengan senang hati. Bahkan siswa beranggapan jika tidak
melakukan perintah guru, maka ia merasa melakukan kesalahan besar. Inilah arti
pentingnya guru yang berwibawa. Ia tidak pernah pusing, susah, dan sedih
menghadapi siswa, karena dengan sendirinya siswa sudah melakukan sendiri
meskipun dengan bahasa isyarat guru.
Perlu dipahami pula bahwa
kewibawaan yang dimiliki seseorang ada yang berupa alamiah dan non alamiyah.
Kewibawaan alamiah adalah kewibawaan yang diperoleh dari suatu keturunan,
sepeti, kewibawaan orang tua (bapak/ibu), pada anaknya. Anak dan pendirinya
merasa sungkan atau rikuh pada bapak-ibunya wawlaupun mereka tidak menjadi
pejabat, tidak berpengetahuan, dan tidak pula berharta. Kewibawaan ini sudah
menjadi sunnatullah (hukum alam) karena orang tua adalah yang melahirkan,
merawat, dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang, pikiran, tenaga dan
harta.
Kewibawaan non alamiah adalah
kewibawaan yang berasal dari eksternal yaitu dari orang lain yang dianggap
mempunyai makna penting dalam kehidupannya, seperti jabatan, usia lebih tua,
harta, dan ilmu pengetahuan. Kewibawaan ini sebagai bentuk rasa terima kasih antar
sesama manusia. Dan kewibawaan ini diciptakan sedemikian rupa dengan
seperangkat persyaratan pendukung. Contoh kewibawaan guru karena ilmunya telah
ditransfer pada anak didik ssehingga ia menjadi orang yang berguna, kewibawaan
pejabat karena kekuasaannya yang dapat mengangkat dan menghambat karir staf
atau bawahan, kewibawaan orang kaya karena dapat mengangkat atau memberi
lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dua macam sumber kewibawaan di
atas sudah menjadi hak setiap manusia untuk dimilikinya, orang yang sudah tidak
ingin memiliki kewibawaan ibarat orang hidup dalam kematian, ia tidak semangat
dalam hidup, pasif, apatis, skeptis, putus asa dan stress. Demikian pula,
apabila guru sudah tidak ingin berwibawa maka dalam mengajar, ia dapat dipastikan
tidak rajin, suka bolos, tidak berwawasan berpengetahuan luas, tidak mau tahu
kesulitan belajar anak didik, tidak ingin anak didiknya pandai, tidak mau tahu
perkembangan siswa, dan ironis lagi adalah suka mencaci, membenci, mau menang
sendiri dan memarahi peserta didiknya alasan yang tidak jelas.
· Kewibawaan Guru Dalam Kelas
§ Kewibawaan sikap
Sikap merupakan gejala perilaku
seseorang (siswa) ketika merespon stimulan yang sedang dihadapi. Wujud sikap
siswa ketika merespon stimulan ada yang positif dan negatif, ada yang
suka/gembira ada yang benci/sedih, ada yang semangat dan ada yang biasa-biasa
saja, ada yang taat penuh dan ada yang terpaksa. Langeveld mendiskrepsikan
sikap ketaatan siswa terhadap guru dengan istilah volgen dan gehoorzamen.
Volgen, yaitu sikap menurut, mengakui kekuasaan orang lain yang lebih besar
karena paksaan atau takut. Dengan demikian ketaatan ini tidak merupakan
ketaatan yang sebenarnya. Gehoorzamen adalah sikap menurut, mengakui kewibawaan
orang lain yang memerintah dirinya dengan suatu ikatan dan kesadaran penuh.
Jadi sikap ketaatan ini menunjukkan kesungguhan karena kewibawaan orang lain
pada dirinya.
Kewibawaan sikap merupakan bagian
dari ranah afektif selain kemauan menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan
karya, dan ketekunan.
Menerima, berarti sikap yang
berupa memperhatikan untuk memperoleh sesuatu dari obyek sebagai rangsangannya,
seperti; menerima pendapat gagasan orang lain dari buku yang telah dibaca,
menerima saran orang lain dengan baik, dan menerima perintah orang lain yang
dapat memberi manfaat dirinya.
Menanggapi, adalah suatu sikap
dalam mcrespon stimulan dengan penuh perhatian, antusias, proaktif, seperti;
diskusi kelas, menyelesaikan tugas eksperimen di laboratorium, dan menjawab
pertanyaan guru.
Berkeyakinan, adalah sikap untuk
menerima sistem nilai, norma, dan etika, seperti memberi penghargaan,
kepercayaan, atau kesungguhan dalam melakukan sesuatu yang lebih baik.
Penerapan karya, merupakan sikap
menerima pada berbagai sistem nilai, moral, atau etika yang berbeda-beda
berdasarkan suatu sistem nilai yang tinggi dan lebih baik.
Ketekunan, yaitu sikap yang
memiliki sistem nilai, moral, atau etika paling tinggi untuk menyesuaikan diri
dalam berperilaku dan dijadikan dasar dalam melihat sesutu secara obyektif.
Kewibawaan sikap tersebut, guru
hendaknya mampu menanamkan kepada siswanya secara utuh.. Siswa mempunyai sikap
saling menghargai antar teman, terutama kepada guru. Dengan kewibawaan guru
yang berbentuk sikap dalam kelas ini, tentu akan menjadikan proses pengajaran
berjalan efektif dan efisien.
§ Kewibawaan Kognitif
Kognitif merupakan representasi
dari kecerdasan intelektual untuk memiliki pengetahuan. Intelektual siswa
diwujudkan dalam kemampuan otak yang menjadi ukuran untuk mampu mengetahui dan
menerima bahan ajar untuk disimpan dalam otak. Dalam teori otak manusia dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu reptil, limbik dan neokorteks. Otak reptil,
adalah otak sederhana (seperti jenis hewan reptil yang juga mempunyai otak)
dengan tugas utamanya mempertahankan diri, seperti mampu menguasai detak
jantung dan sistem perdaran darah secara otomatis. Otak limbik, yaitu otak
sedang (tengah) yang fungsinya mengontrol emosi dan menyimpan informasi dalam
waktu lama untuk dapat dipanggil lagi manakala dibutuhkan. Otak neokorteks,
yakni otak tingkat tinggi yang tugas utamanya berbahasa, berpikir abstrak,
memecahkan masalah, merencanakan ke depan, bergerak dengan baik, dan berkreasi.
Untuk itu, guru hendaknya
berwibawa dalam kelas melalui penguasaan materi ajar dengan menggunakan
kemampuan otak yang maksimal. Kewibawaan ini dapat ditempuh dengan langkah:
Pengetahuan, merupakan kumpulan
dari obyek yang hendak diketahui oleh siswa. Pengetahuan ini dapat dijadikan
siswa untuk menjadi orang pandai, kuat ingatan, atau berwawasan luas sebagai
bahan kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya, sebelum guru menyampaikan
pengetahuan kepada siswa hendaknya dipersiapkan secara matang sehingga siswa
puas dapat termotivasi dan gurunya pun berwibawa.
Pemahaman, adalah aktivitas untuk
memahami sesuatu dengan cara menginterpretasikan, menjelaskan, dan mampu
membuat kesimpulan untuk dijadikan suatu konsep, prinsip, teori, atau dalil.
Disinilah guru memegang peranan penting untuk dapat menafsirkan mata pelajaran,
baik yang terdapat dalam bahan ajar (buku teks) maupun dalam menafsirkan
lingkungan atau alam. Penerapan, adalah kemampuan untuk menjelaskan atau
menafsirkan materi ajar yang sudah disampaikan kepada siswa untuk diterapkan
dalam situasi baru, yaitu kemampuan menerapkan konsep, prinsip, teori atau
dalil sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Dengan demikian, guru
benar-benar menjadi berwibawa di hadapan siswanya.
Analisis, yaitu kemampuan guru
dalam mengidentifikasi atau menjabarkan materi ajar menjadi bagian-bagian yang
mempunyai hubungan antar satu dengan lainnya sehingga bagian-bagian tersebut
menjadi utuh dan mudah dimengerti. Disinilah guru mempunyai tugas yang agak
berat karena tingkat analisis siswa berbeda-beda.
Sintesis, yakni kemampuan guru
dalam menyatukan bagianbagian yang sudah terpisah sesuai sifat dan jenis
masalah yang terdapat dalam materi pelajaran sehingga menjadi bagian yang utuh.
Dalam hal ini guru menyajikan data, fakta dan informasi untuk diolah dan
dirumuskan sehingga menjadi pola yang terstruktur dengan baik. Jadi, guru dalam
kelas hendaknya mampu membentuk siswa berkemampuan kognitif-sintesis sehingga
melahirkan kewibawaan guru itu sendiri.
Evaluasi, adalah kemampuan guru
untuk mengadakan penilaian atas hasil belajar siswa berdasarkan tujuan yang telah
dirumuskan dalam bidang materi ajar. Kegiatan evaluasi ini mensyaratakan
ketelitian guru terhadap tahapan-tahapan belajar siswa. Dengan evaluasi ini,
guru diharapkan pula obyektif sehingga mampu menjadikan siswa percaya, taat,
dan tunduk kepadanya dengan sungguh-sungguh, tidak hanya sekedar ketakutan yang
terpaksa.
§ Kewibawaan Keterampilan
Keterampilan merupakan wujud
siswa dalam menerapkan suatu teori. Artinya, siswa tidak hanya diharapkan
pandai dalam ranah afektif (sikap), kognitif (intelektual) semata, akan tetapi
keterampilan siswa dalam menerapkan sesuatu menjadi keniscayaan untuk menjadi
siswa yang berhasil dalam belajar. Guru akan berwibawa dalam kelas apabila ia
terampil menerapkan sesuatu yang sesuai dengan materi pelajaran kepada
siswanya. Kewibawaan keterampilan guru ini dapat ditempuh dengan cara sebagai
berikut;
Persepsi, yaitu kesanggupan guru
dalam memandang materi pelajaran dengan cara membuka peluang siswa untuk
berpikir dan berbuat sesuai dengan bahan ajar yang akan dinelajari. Dalam hal
ini guru menyruh siswa untuk menggunakan keterampilan indranya, seperti; tangan
terampil memainkan alat musik, kaki terampil memainkan bola, mata terampil
membaca, telinga terampil mendengankan mata pelajaran yang disampaikan pada
guru, dan lain-lainnya.
Kesiapan, yakni guru
mempersiapkan diri materi pelajaran sesuai dengan tujuan siswa untuk menjadi
terampil. Kesiapan in i beraksentuasi pada melakukan kegiatan yang dilandasi
kesiapan mental, kesiapan fisik, kesiapan, clan kesiapan emosional. Apabila guru
mampu melakukan kesiapan tersebut, maka guru akan mudah menjadikan siswa
terampil dalam melakukan kegiatan yang i:nbasnya adalah guru benar-benar
berwibawa.
Mekanisme, merupakan bentuk
kewibawaan guru di dalam kelas dengan cara terampil menanggapi bahan ajar yang
telah disampaikan kepada siswa atas dasar pertanyaan dan permasalah siswa.
Disinilah, guru membentuk kebiasaan siswa sehinggasecara mekanik-otomistis
siswa mahir dan terampil menjalankan kegiatan pembelajaran.
Respon terbimbing, guru mengajar
di dalam kelas untuk tahapan ini adalah memerintah anak untuk mengikuti dan
mengulangi hingga sampai pada hasil keterampilan yang benar. Siswa pun disuruh
untuk melakukan sesuatu yang berupa uji coba berdasarkan tanggapan dan
kemampuan keterampilannya masing-masing dengan bimbingan seorang guru.
Kemahiran, yaitu guru mengajar di
dalam kelas dengan tingkat kemapanan siswa. Artinya, siswa dibentuk
keterampilannya untuk berbuat sesuatu sehingga hasilnya lebih baik dan waktunya
lebih cepat. Disinilah kewibawaan guru akan menjadi bertambah di hahadapan
siswa.
Adaptasi, yaitu guru mengajar di
dalam kelas dengan menggunakan pendekatan individual siswa. Siswa diberi
kesempatan untuk berkembang sendiri dengan cara mampu memodifikasi pola gerak,
berbuat, dan bertindak sesuai dengan kebutuhannya.
Originasi, yaitu kewibawaan guru
dalam mengajar di kelas untuk menjadikan siswa terampil dalam menciptakan
sesuatu dengan sendirinya, tanpa bimbingan guru secara langsung. Seperti; siswa
terampil membuat komputer, siswa terampil membuat pola pakaian, siswa terampil
membuat desain rumah yang aman dan nyaman, clan lain sebagainya.
· Kewibawaan Guru dalam Lingkungan
Guru disamping sebagai makhluk
individu juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, ia mempunyai kewajiban
untuk menata dirinya sendiri dengan tanpa melibatkan orang lain. Dan sebagai
makhluk sosial, ia mampu berinteraksi ditengah-tengah masyarakatnya dengan baik
dan benar serta diharapkan menjadi orang orang lain sebagaimana dirinya
sendiri.
Lingkungan Keluarga
kemasyarakatan adalah komunitas terkecil dalam setting kehidupan sosial. Maklum
adanya, bahwa kehidupan keluarga selalu mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan masyarakat global. Dulu peran ayah sangat dominan, sekarang peran
ibu menuntut kesejajaran ayah. Dulu seorang bapak mencari nafkah sepenuhnya
untuk memmenuhi kebutuhan keluarga, sekarang ibu pun tidak mau ketinggalan
untuk menopang kebutuhan keluarga. Dulu, keluarga, bapak-ibu, tidak menjadi
masalah dalam memproduksi anak sebanyak banyaknya, sekarang hal ini menjadi
problematika besar.
Demikian pula, dulu guru
mempunyai tempat yang terhormat di sekolah, keluarga, dan masyarakat, sekarang
posisi tersebut sudah bergeser menjadi paradigma yang sudah biasa, tanpa
kelebihan yang berarti. Dulu guru benar-benar dihormati siswa, sekarang banyak
guru yang dibenci siswa. Untuk itulah, guru dituntut untuk membenahi
keluarganya sendiri sebelum membenahi orang lain.
Kewibawaan guru dalam keluarga
pada prinsipnya menjadi hak dan kewajiban guru itu sendiri, terutama guru
laki-laki yang mernang menjadi pemimpin keluarga dalam perspektif sejarah dan
agama, yaitu orang laki-laki menjadi pemimpin istri dan anak-anaknya walaupun
situasi sekarang sudah tidak menghendaki seperti itu.
Dalam hal ini kewibawaan
pendidikan dalam keluarga oleh seorang guru (bapak atau ibu) berarti berperan
ganda, satu sisi sebagai kepala atau wakil kepala keluarga dan sisi lain sebagai
guru bagi anggota keluarganya. Peraturan-peraturan dalam keluarga pun dibuat
sedemikian rupa sehingga menghendaki semua aggota keluarga untuk mentaatinya.
Walaupun peraturan dalam keluarga tidak begitu formal sebagaimana peraturan
dalam pendidikan sekolah
No comments:
Post a Comment